Friday, March 22, 2013

Pulangnya ASSYEIKH DR.SAID RAMADHAN AL BUTHI ke Rahmatullah

Cendekiawan Timur Tengah Pembela Ahlussunnah

Kata Al-Habib Ali-Al-Jufri "Aku telah menelefonnya dua minggu lepas dan beliau (Dr Ramadhan Al-Buti) berkata pada akhir kalamnya "

"Tidak tinggal lagi umur bagi aku melainkan beberapa hari yang boleh dikira. Sesungguhnya aku sedang mencium bau syurga dari belakangnya. Jangan lupa wahai saudaraku untuk mendoakan aku"
Pada beberapa hari sebelum kewafatannya, beliau berkata "Setiap apa yang berlaku padaku atau yang menuduhku daripada ijtihadku, maka aku harap ia tidak terlepas dari ganjaran ijtihad" (yang betul mendapat dua ganjaran dan yang tidak mendapat satu ganjaran)

*Sheikh Ramadhan Al-Buti Syahid setelah dibom beberapa jam lepas di dalam Masjid Iman di Dimasyq. Beliau akhir-akhir ini mendoakan kehancuran kepada rejim Syiah Nusairiah, dan sedang dikawal ketat oleh pihak tentera. Dalam usahanya untuk keluar dari Syria beliau bersama pengikutnya dibom dan mendapat ganjaran Syahid.
PEMBUNUHAN KE ATAS SYEIKH DR RAMADHAN AL-BUTI KERANA FAKTOR BELIAU MENYOKONG RAKYAT SYRIA NAK GULINGKAN ASSAD. Di akhir hayatnya, Dr Bouti telah berpaling arah dan menyatakan kesediaanya untuk menyokong rakyat dalam revolusi mengguling pemerintahan Assad. Beliau juga telah merancang untuk keluar dari Syria bersama keluarganya. Perkara ini juga mungkin menjadi faktor pembunuhannya.
Moga Allah merahmati dan memberi ganjaran yang sebanyak-banyaknya kepada Guruku dan Mujtahid Ummah Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buti. Hidupnya sebagai ulama, matinya sebagai syuhada.

SAKSIKAN VIDEO PEMBUNUHAN AS-SYAHID DR. SAID RAMADHAN AL BUTHI : https://www.facebook.com/photo.php?v=10200426558979848
BIOGRAFI ASSYEIKH DR.SAID RAMADHAN AL BUTHI:

by Ahbabul Musthofa dan Pecinta Rasululloh Kota Surabaya (Notes) on Friday, March 22, 2013 at 7:33am



Gaya bahasanya istimewa. Tulisannya proporsional dengan tema-tema yang diusungnya. Isinya tidak melenceng dan keluar dari akar permasalahan dan kaya akan sumber-sumber rujukan.

INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI`UN, Kita telah kehilangan ulama terbaik kita masa kini AL'ALIM AL`ALLAMAH ASY SYAIKH SAID RAMADLAN AL BUTHI rahimahullahuta'ala tepat saat beliau mengisi Ta`lim di Masjid Al Iman di Kota Damaskus, Suriah, ba`da maghrib Kamis, 21 Maret 2013. Beliau Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi adalah salah seorang tokoh ulama dunia yang menjadi sumber rujukan masalah-masalah keagamaan.
Ketika kritikan terhadap tradisi Mau­lid dan dzikir berjama’ah, misalnya, di­lon­tarkan para pengklaim “muslim se­jati”, Al-Buthi hadir menjawab kritikan itu. Tak tanggung-tanggung, dalil yang di­gunakan sama persis dengan dalil yang diambil para pengkritik itu.
Pada sisi lainnya, ia juga mengkritik dengan tajam pola pikir Barat. Ujaran-ujar­annya membuat stereotip yang ne­gatif tentang Islam dan ketimuran pun luruh.
Siapakah tokoh ulama kontemporer yang begitu alim ini? Sa’id Ramadhan Al-Buthi lahir pada tahun 1929 di Desa Jilka, Pulau Buthan (Ibn Umar), sebuah kampung yang terletak di bagian utara perbatasan antara Turki dan Irak. Ia  berasal dari suku Kurdi, yang hidup da­lam berbagai tekanan kekuasaan Arab Irak selama berabad-abad.
Bersama ayahnya, Syaikh Mula Ramadhan, dan anggota keluarganya yang lain, Al-Buthi hijrah ke Damaskus pada saat umurnya baru empat tahun. Ayahnya adalah sosok yang amat dikaguminya.
Pendidikan sang ayah sangat mem­be­kas dalam sisi kehidupan intelektual­nya. Ayahnya memang dikenal sebagai seorang ulama besar di Damaskus. Bu­kan saja pandai mengajar murid-murid dan masyarakat di kota Damaskus, Syaikh Mula juga sosok ayah yang pe­nuh perhatian dan tanggung jawab bagi pendidikan anak-anaknya.
Dalam karyanya yang mengupas biografi kehidupan sang ayah, Al-Fiqh al-Kamilah li Hayah asy-Syaikh Mula Al-Buthi Min Wiladatihi Ila Wafatihi, Syaikh Al-Buthi mengurai awal perkembangan Syaikh Mula dari masa kanak-kanak hingga masa remaja saat turut berpe­rang dalam Perang Dunia Pertama. Ke­mudian menceritakan pernikahan ayah­nya, berangkat haji, hingga alasan ber­hijrah ke Damaskus, yang di kemudian hari menjadi awal kehidupan baru bagi keluarga asal Kurdi itu.
Masih dalam karyanya ini, Al-Buthi menceritakan kesibukan ayahnya dalam belajar dan mengajar, menjadi imam dan berdakwah, pola pendidikan yang dite­rapkannya bagi anak-anaknya, ibadah dan kezuhudannya, kecintaannya ke­pada orang-orang shalih yang masih hi­dup maupun yang telah wafat, hubungan baik ayahnya dengan para ulama Da­maskus di masa itu, seperti Syaikh Abu Al-Khayr Al-Madani, Syaikh Badruddin Al-Hasani, Syaikh Ibrahim Al-Gha­layayni, Syaikh Hasan Jabnakah, dan lainnya, yang menjadi mata rantai tabarruk bagi Al-Buthi. Begitu besarnya atsar (pengaruh) dan kecintaan sang ayah, hingga Al-Buthi begitu terpacu untuk menulis karyanya tersebut.


TEMPAT SYAHIDNYA SYEIKH DR RAMADHAN AL-BUTI..KELIHATAN BANYAKNYA DARAH DI MASJID AL-IMAAN...SALAH SATUNYA DARAH ULAMAK..ALLAH2!!!

Dari Damaskus ke Kairo
Sa’id Ramadhan Al-Buthi muda me­nyelesaikan pendidikan menengahnya di Institut At-Tawjih Al-Islami di Damas­kus. Kemudian pada tahun 1953 ia me­ninggalkan Damaskus untuk menuju Me­sir demi melanjutkan studinya di Univer­sitas Al-Azhar. Dalam tempo dua tahun, ia berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana S1 di bidang syari’ah. Pada ta­hun berikutnya di universitas yang sama, ia mengambil kuliah di Fakultas Bahasa Arab hingga lulus dalam waktu yang cu­kup singkat dengan sangat memuaskan dan mendapat izin mengajar bahasa Arab.
Kemahiran Al-Buthi dalam bahasa Arab tak diragukan. Sekalipun bahasa ini adalah bahasa ibu orang-orang Arab seperti dirinya, sebagaimana bahasa-bahasa terkemuka dalam khazanah per­adaban dunia, ada orang-orang yang me­mang dikenal kepakarannya dalam bidang bahasa, dan Al-Buthi adalah sa­lah satunya yang menguasai bahasa ibu­nya tersebut. Di samping itu, kecende­rungan kepada bahasa dan budaya mem­buatnya senang untuk menekuni ba­hasa selain bahasa Arab, seperti ba­hasa Turki, Kurdi, bahkan bahasa Ing­gris.
Selulusnya dari Al-Azhar, Al-Buthi kembali ke Damaskus. Ia pun diminta untuk membantu mengajar di Fakultas Syari’ah pada tahun 1960, hingga ber­turut-turut menduduki jabatan struktural, dimulai dari pengajar tetap, menjadi wa­kil dekan, hingga menjadi dekan di fakul­tas tersebut pada tahun 1960.
Lantaran keluasan pengetahuannya, ia dipercaya untuk memimpin sebuah lembaga penelitian theologi dan agama-agama di universitas bergengsi di Timur Tengah itu.
Tak lama kemudian, Al-Buthi diutus pimpinan rektorat kampusnya untuk melanjutkan program doktoral bidang ushul syari’ah di Al-Azhar hingga lulus dan berhak mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu-ilmu syari’ah.
Aktivitasnya sangat padat. Ia aktif mengikuti berbagai seminar dan konfe­rensi tingkat dunia di berbagai negara di Timur Tengah, Amerika, maupun Eropa. Hingga saat ini ia masih menjabat salah seorang anggota di lembaga pene­li­tian kebudayaan Islam Kerajaan Yordania, anggota Majelis Tinggi Pena­sihat Yayasan Thabah Abu Dhabi, dan anggota di Majelis Tinggi Senat di Universitas Oxford Inggris.



Penulis yang Sangat Produktif
Al-Buthi adalah seorang penulis yang sangat produktif. Karyanya menca­pai lebih dari 60 buah, meliputi bidang syari’ah, sastra, filsafat, sosial, masalah-masalah kebudayaan, dan lain-lain. Be­berapa karyanya yang dapat disebutkan di sini, antara lain, Al-Mar‘ah Bayn Thughyan an-Nizham al-Gharbiyy wa Latha‘if at-Tasyri’ ar-Rabbaniyy, Al-Islam wa al-‘Ashr, Awrubah min at-Tiqniyyah ila ar-Ruhaniyyah: Musykilah al-Jisr al-Maqthu’, Barnamij Dirasah Qur‘aniyyah, Syakhshiyyat Istawqafatni, Syarh wa Tahlil Al-Hikam Al-‘Atha‘iyah, Kubra al-Yaqiniyyat al-Kauniyyah, Hadzihi Musy­ki­latuhum, Wa Hadzihi Musykilatuna, Kalimat fi Munasabat, Musyawarat Ijtima’iyyah min Hishad al-Internet, Ma’a an-Nas Musyawarat wa Fatawa, Manhaj al-Hadharah al-Insaniyyah fi Al-Qur‘an, Hadza Ma Qultuhu Amama Ba’dh ar-Ru‘asa‘ wa al-Muluk, Yughalithunaka Idz Yaqulun, Min al-Fikr wa al-Qalb, La Ya‘tihi al-Bathil, Fiqh as-Sirah, Al-Hubb fi al-Qur‘an wa Dawr al-Hubb fi Hayah al-Insan, Al-Islam Maladz Kull al-Muj­tama’at al-Insaniyyah, Azh-Zhullamiyyun wa an-Nuraniyyun.
Gaya bahasa Al-Buthi istimewa dan menarik. Tulisannya proporsional de­ngan tema-tema yang diusungnya. Tu­lisannya tidak melenceng dan keluar dari akar permasalahan dan kaya akan sum­ber-sumber rujukan, terutama dari sum­ber-sumber rujukan yang juga diambil lawan-lawan debatnya.
Akan tetapi bahasanya terkadang ti­dak bisa dipahami dengan mudah oleh ka­langan bukan pelajar, disebabkan un­sur falsafah dan manthiq, yang memang ke­ahliannya. Oleh karena itu, majelis dan ha­laqah yang diasuhnya di berbagai tempat di keramaian kota Damaskus menjadi sarana untuk memahami karya-karyanya.
Walau demikian, sebagaimana di­tuturkan pecinta Al-Buthi, di samping mam­pu membedah logika, kata-kata Al-Buthi juga sangat menyentuh, sehingga mampu membuat pembacanya berurai air mata.

Pembela Madzhab yang Empat
Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi mengasuh halaqah pengajian di masjid Damaskus dan beberapa masjid lainnya di seputar kota Damaskus, yang diasuhnya hampir tiap hari. Majelis yang diampunya selalu dihadiri ribuan ja­ma’ah, laki-laki dan perempuan.
Selain mengajar di berbagai hala­qah, ia juga aktif menulis di berbagai me­dia massa tentang tema-tema keislaman dan hukum yang pelik, di antaranya ber­bagai pertanyaan yang diajukan kepada­nya oleh para pembaca. Ia juga menga­suh acara-acara dialog keislaman di be­berapa stasiun televisi dan radio di Timur Tengah, seperti di Iqra‘ Channel dan Ar-Risalah Channel.
Dalam hal pemikiran, Al-Buthi diang­gap sebagai tokoh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang gencar membela kon­sep-konsep Madzhab yang Empat dan aqidah Asy’ariyah, Maturidiyah, Al-Gha­zali, dan lain-lain, dari rongrongan pemi­kiran dan pengkafiran sebahagian go­longan yang menganggap hanya mere­ka­lah yang benar dalam hal agama. Ber­bekal pengetahuannya yang amat men­dalam dan diakui berbagai pihak, ia me­re­dam berbagai permasalahan yang tim­bul dengan fatwa-fatwanya yang ber­ta­bur hujjah dari sumber yang sama yang dijadikan dalil para lawan debatnya. Ujar­an-ujaran Al-Buthi juga menyejuk­kan bagi yang benar-benar ingin mema­hami pemikirannya.
Al-Buthi bukan hanya seorang yang pandai di bidang syari’ah dan bahasa, ia juga dikenal sebagai ulama Sunni yang multidisipliner. Ia dikenal alim da­lam ilmu filsafat dan aqidah, hafizh Qur’an, mengua­sai ulumul Qur’an dan ulu­mul hadits de­ngan cermat. Sewaktu-waktu ia melaku­kan kritik atas pemikiran filsafat materia­lisme Barat, di sisi lain ia juga melakukan pembelaan atas ajaran dan pemikiran madzhab fiqih dan aqidah Ahlussunnah, terutama terhadap tuding­an kelompok yang menisbahkan dirinya sebagai go­longan Salafiyah dan Waha­biyah.
Dalam hal yang disebut terakhir, ia menulis dua karya yang meng-counter ber­bagai tudingan dan klaim-klaim me­reka, yakni kitab berjudul Al-Lamadz­habiyyah Akbar Bid’ah Tuhaddid asy-Syari’ah al-Islamiyyah dan kitab As-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah Muba­rakah wa Laysat Madzhab Islamiyy. Be­gitu pula hubungannya dengan gerakan-gerakan propaganda keislaman seperti Ikhwanul Muslimin Suriah yang tampak kurang baik, tentunya dengan berbagai perbedaan pandangan, yang menjadi­kan ketidaksetujuannya itu tampak da­lam sebuah karya yang berjudul Al-Jihad fi al-Islam, yang terbit pada tahun 1993.

Tawassuth
Di era 1990-an, Al-Buthi telah me­nam­pakkan intelektualitasnya dengan menggunakan sarana media informasi, seperti televisi dan radio. Ini demi meng­usung pemikiran-pemikirannya yang ta­wassuth (menengah) di tengah gerakan-gerakan fundamentalisme Islam yang bermunculan.
Sayangnya, kedekatannya dengan penguasa politik Suriah saat itu, Hafizh Al-Asad, menjadi bumbu tak sedap di ka­langan pemerhati politik. Namun kede­kat­annya itu juga menjadi siasat politik Suriah dalam menyokong perjuangan Hamas (Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah) dalam menghadapi aneksasi Israel, sekalipun beberapa pandangan­nya bertolak belakang dengan gerakan-gerakan semacam itu.
Kini, di usia yang semakin senja, Syaikh Al-Buthi masih tetap menulis, baik lewat website yang diasuhnya mau­pun beberapa media massa dan elek­tronik lainnya. Betapa besar harapan umat ini, khususnya kalangan Ahlus­sun­nah wal Jama’ah, menanti karya-karya­nya yang lain terlahir, untuk memenuhi dahaga ilmu yang tak pernah habis-habisnya. Di mata beberapa ulama dan ustadz-ustadz yang pernah menimba ilmu di Suriah, saat ini Al Buthi lebih dikenal sebagai tokoh ulama sufi dibanding tokoh pergerakan. Buku-buku karya Al Buthi banyak beredar di Indonesia dan karyanya banyak menjadi rujukan. Salah satu bukunya berisi kritik terhadap gerakan kelompok Salafy Wahabi berjudul Salafiyyah; Marhalah Zamaniyyah Mubarakah La Madzhab Islami.
Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun....Kata Al-Habib Ali-Al-Jufri "Aku telah menelefonnya dua minggu lepas dan beliau (Dr Ramadhan Al-Buti) berkata pada akhir kalamnya:"Tidak tinggal lagi umur bagi aku melainkan beberapa hari yang boleh dikira. Sesungguhnya aku sedang mencium bau syurga dari belakangnya. Jangan lupa wahai saudaraku untuk mendoakan aku"

Pada beberapa hari sebelum kewafatannya, beliau berkata "Setiap apa yang berlaku padaku atau yang menuduhku daripada ijtihadku, maka aku harap ia tidak terlepas dari ganjaran ijtihad" (yang betul mendapat dua ganjaran dan yang tidak mendapat satu ganjaran). Semoga Allah senantiasa memberikan ampunan dan Rahmat yang agung kepada beliau, amiin.




Thursday, March 21, 2013

KULIAH MAGHRIB KHAS UAI 23/3/2013 - SHAH ALAM

Kuliah Maghrib Khas bersama Ustaz Azhar Idrus, akan diadakan pada hari Sabtu, 23 Mac 2013 bersamaan 11 Jumadil ‘Awal 1434 hijrah, Selepas Solat Maghrib, bertempat di Dewan Solat Utama, Masjid Sultan Salahuddin Abduln Aziz.

#JOM AZAM UTK HADIR

SUMBER : https://www.facebook.com/masjidssaas

Monday, March 11, 2013

MALAM CINTA RASUL


MALAM CINTA RASUL
23 MAC 2013 (SABTU) | 11 JAMADILAWAL 1434
7.00pm-11.30pm
DATARAN MERDEKA, KUALA LUMPUR

Uwais Al-Qarni, Menjadi Sebutan Penduduk Langit

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dialah UWAIS AL-QARNI, tidak terkenal di bumi tapi sangat terkenal di langit.

Pada zaman Nabi Muhammad S.A.W, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan.

Kulitnya kemerah-merahan. Dagunya menempel di dada kerana selalu melihat pada tempat sujudnya. Tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya.

Ahli membaca al-Quran dan selalu menangis, pakaiannya hanya dua helai dan sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakannya sebagai selendang. Tiada orang yang menghiraukan, tidak terkenal dalam kalangan manusia,namun sangat terkenal di antara penduduk langit.

Tatkala datangnya hari Kiamat, dan tatkala semua ahli ibadah diseru untuk memasuki Syurga, dia justeru dipanggil agar berhenti dahulu seketika dan disuruh memberi syafa'atnya.

Ternyata Allah memberi izin padanya untuk memberi syafa'at bagi sejumlah bilangan qabilah Robi'ah dan qabilah Mudhor, semua dimasukkan ke Syurga dan tiada seorang pun ketinggalan dengan izin-Nya.

 

Dia adalah 'Uwais al-Qarni' siapalah dia pada mata manusia...

Tidak banyak yang mengenalnya, apatah lagi mengambil tahu akan hidupnya. Banyak suara-suara yang mentertawakan dirinya, mengolok-olok dan mempermainkan hatinya.

Tidak kurang juga yang menuduhnya sebagai seorang yang membujuk, seorang pencuri serta berbagai macam umpatan demi umpatan, celaan demi celaan daripada manusia.

Suatu ketika, seorang fuqoha' negeri Kuffah, datang dan ingin duduk bersamanya. Orang itu memberinya dua helai pakaian sebagai hadiah. Namun, hadiah pakaian tadi tidak diterima lalu dikembalikan semula kepadanya. Uwais berkata:

"Aku khuatir, nanti orang akan menuduh aku, dari mana aku mendapatkan pakaian itu? Kalau tidak daripada membujuk pasti daripada mencuri."

Uwais telah lama menjadi yatim. Beliau tidak mempunyai sanak saudara, kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh tubuh badannya. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa.

Bagi menampung kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai pengembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup-cukup untuk menampung keperluan hariannya bersama ibunya. Apabila ada wang berlebihan, Uwais menggunakannya bagi membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan.

Kesibukannya sebagai pengembala dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya. Dia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam ketika seruan Nabi Muhammad S.A.W tiba ke negeri Yaman. Seruan Rasulullah telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya menarik hati Uwais. Apabila seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, kerana selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran.

Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad S.A.W secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais apabila melihat setiap tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah bertamu dan bertemu dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang dia sendiri belum berkesempatan.

Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih. Namun apakan daya, dia tidak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah. Lebih dia beratkan adalah ibunya yang sedang sakit dan perlu dirawat. Siapa yang akan merawat ibunya sepanjang ketiadaannya nanti?

Diceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah S.A.W mendapat cedera dan giginya patah kerana dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Khabar ini sampai ke pengetahuan Uwais.

Dia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada Rasulullah, sekalipun ia belum pernah melihatnya.

Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tidak terbendung dan hasrat untuk bertemu tidak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, "Bilakah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dengan dekat?"

Bukankah dia mempunyai ibu yang sangat memerlukan perhatian daripadanya dan tidak sanggup meninggalkan ibunya sendiri. Hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa Rasulullah.

Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya. Dia meluahkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan untuk pergi menziarahi Nabi S.A.W di Madinah.

Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau amat faham hati nurani anaknya, Uwais dan berkata,

"Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Apabila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang."

Dengan rasa gembira dia berkemas untuk berangkat. Dia tidak lupa untuk menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama mana dia pergi.

Sesudah siap segala persediaan, Uwais mencium sang ibu. Maka berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak lebih kurang empat ratus kilometer dari Yaman.



Medan yang begitu panas dilaluinya. Dia tidak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari. Semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi S.A.W yang selama ini dirinduinya.




Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi S.A.W, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina 'Aisyah R.A sambil menjawab salam Uwais.

Segera sahaja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata baginda tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tidak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi S.A.W dari medan perang.

Bilakah beliau pulang? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman.

"Engkau harus lekas pulang."

Atas ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi S.A.W.

Dia akhirnya dengan terpaksa memohon untuk pulang semula kepada sayyidatina 'Aisyah R.A ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi S.A.W dan melangkah pulang dengan hati yang pilu.

Sepulangnya dari medan perang, Nabi S.A.W langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad S.A.W menjelaskan bahawa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit dan sangat terkenal di langit.

Mendengar perkataan baginda Rasulullah S.A.W, sayyidatina 'Aisyah R.A dan para sahabatnya terpegun.

Menurut sayyidatina 'Aisyah R.A memang benar ada yang mencari Nabi S.A.W dan segera pulang kembali ke Yaman, kerana ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Rasulullah S.A.W bersabda: "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya."

Sesudah itu Rasulullah S.A.W, memandang kepada sayyidina Ali K.W dan sayyidina Umar R.A dan bersabda:

"Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi."

Tahun terus berjalan, dan tidak lama kemudian Nabi S.A.W wafat, hinggalah sampai waktu khalifah Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq R.A telah digantikan dengan Khalifah Umar R.A.

Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi S.A.W tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali K.W untuk mencarinya bersama.

Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, mereka berdua selalu bertanya tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan, apakah sebenarnya yang terjadi sampai ia dicari oleh beliau berdua.

Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah.

Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar R.A dan sayyidina Ali K.W mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka.

Rombongan itu mengatakan bahawa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qarni.

Sesampainya di khemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar R.A dan sayyidina Ali K.W memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.

Sewaktu berjabat tangan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi S.A.W.




Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,

"Siapakah nama saudara?"

"Abdullah." Jawab Uwais.

Mendengar jawapan itu, kedua sahabat pun tertawa dan mengatakan,

"Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?"

Uwais kemudian berkata "Nama saya Uwais al-Qarni."

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.
Itulah sebabnya, dia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan sayyidina Ali K.W. memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka.

Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah,

"Sayalah yang harus meminta doa daripada kalian."

Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata,

"Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar daripada anda."

Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar.

Setelah itu Khalifah Umar R.A berjanji untuk menyumbangkan wang negara daripada Baitulmal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera sahaja Uwais menolak dengan halus dengan berkata,

"Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi."

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam dan tidak terdengar beritanya.

Namun, ada seorang lelaki pernah bertemu dan dibantu oleh Uwais. Ketika itu kami berada di atas kapal menuju ke tanah Arab bersama para pedagang. Tanpa disangka-sangka angin taufan berhembus dengan kencang.

Akibatnya, hempasan ombak menghentam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya.

Lelaki itu keluar daripada kapal dan melakukan solat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.

"Wahai waliyullah, tolonglah kami!" Namun, lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,

"Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!"

Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,

"Apa yang terjadi?"

"Tidakkah engkau melihat bahawa kapal dihembus angin dan dihentam ombak?" Tanya kami.

"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" Katanya.

"Kami telah melakukannya."

"Keluarlah kalian daripada kapal dengan membaca Bismillahirrahmaanirrahiim!"

Kami pun keluar daripada kapal satu persatu dan berkumpul. Pada saat itu jumlah kami lima ratus lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami serta isinya tenggelam ke dasar laut.

Lalu orang itu berkata pada kami,

"Tidak apalah harta kalian menjadi korban, asalkan kalian semua selamat."

"Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan?" Tanya kami.

"Uwais al-Qorni." Jawabnya dengan singkat.

Kemudian kami berkata lagi kepadanya,

"Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."

"Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membahagi-bahagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" Tanyanya.

"Ya!" Jawab kami.

Orang itu pun melaksanakan solat dua rakaat di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membahagi-bahagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tiada satu pun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiar khabar Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafan, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafankannya.

Demikian juga ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan,

"Ketika aku ikut menguruskan jenazahnya hingga aku pulang daripada menghantarkan jenazahnya, lalu aku ingin untuk kembali ke kubur tersebut untuk memberi tanda pada kuburnya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas di kuburnya."

(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qarni pada masa pemerintahan sayyidina Umar R.A.)

Pemergian Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat menghairankan. Sedemikian banyaknya orang yang tidak kenal datang untuk mengurus jenazah dan pengebumiannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang.

Sejak dia dimandikan hingga jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.

Mereka saling bertanya-tanya "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tidak memiliki apa-apa? Kerjanya hanyalah sebagai penggembala?"

"Namun, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenali. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya."

Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa Uwais al-Qarni.

"Dialah Uwais al-Qarni, tidak terkenal di bumi tapi sangat terkenal di langit."




- Artikel iluvislam.com 

- Penafian : Segala gambar yg tersiar adalah diambil dari sumber carian google tanpa diubah keadaan asalnya

Kuliah Maghrib Khas bersama Ustaz Azhar Idrus



Kuliah Maghrib Khas bersama Ustaz Azhar Idrus, akan diadakan pada hari Sabtu, 23 Mac 2013 bersamaan 11 Jumadil ‘Awal 1434 hijrah, Selepas Solat Maghrib, bertempat di Dewan Solat Utama, Masjid Sultan Salahuddin Abduln Aziz. Siaran secara langsung program ini boleh ditonton menerusi pautan di bawah ini:
http://www.ustream.tv/channel/masjid-sultan-salahuddin-abdul-aziz-shah

Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah

 Isnin, 11/03/2013

-Pendaftaran bagi Daurah Penghayatan Remaja Islam yang akan diadakan pada 25/03/2013 hingga 28/03/2013 ini TELAH DITUTUP. Harap maklum.

Kuliah Syarah Al-Hikam bersama Dr. Zulkifli bin Mohamad Al-Bakri akan diadakan pada hari Rabu ini, 13/03/2013 selepas solat maghrib bertempat di Dewan Solat Bawah, MSSAAS. Siaran secara langsung program ini boleh ditonton menerusi pautan di bawah ini:
http://www.ustream.tv/channel/masjid-sultan-salahuddin-abdul-aziz-shah

-Kuliah Maghrib Khas bersama Ustaz Azhar Idrus, akan diadakan pada hari Sabtu, 23 Mac 2013 bersamaan 11 Jumadil ‘Awal 1434 hijrah, Selepas Solat Maghrib, bertempat di Dewan Solat Utama, Masjid Sultan Salahuddin Abduln Aziz. Siaran secara langsung program ini boleh ditonton menerusi pautan di bawah ini:
http://www.ustream.tv/channel/masjid-sultan-salahuddin-abdul-aziz-shah

-Program Tafaqquh Fiddin oleh Al-Fadhil Al-Walid Sheikh Muhammad Nuruddin Marbu Abdullah Al-Banjari Al-Makki akan diadakan pada hari Ahad, 24/3/2013 selepas Solat Maghrib bertempat di Dewan Solat Atas MSSAAS. Antara pengisian ialah solat tasbih dan tausiah. Siaran secara langsung program ini boleh ditonton menerusi pautan di bawah ini:
http://www.ustream.tv/channel/masjid-sultan-salahuddin-abdul-aziz-shah

-Kursus Pengurusan Jenazah, akan diadakan pada hari sabtu, 16 Mac 2013 bersamaan 4 Jamadil’Awal 1434 hijrah, bermula jam 8.00 pagi hingga 5.00 petang, bertempat di Dewan Seminar, Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah.Yuran penyertaan 50 ringgit Malaysia seorang.Pendaftaran boleh dibuat di Pejabat pentadbiran Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah.

-Unit Pengimarahan Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah, telah membuka pendaftaran bagi Keahlian Sukarelawan baru. Pendaftaran adalan percuma, terbuka kepada individu yang berumur 16 tahun ke atas. Pendaftaran boleh dibuat di Pejabat Pentadbiran Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah.
 Maklumat Lanjut : https://www.facebook.com/masjidssaas